Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng-Bali terkenal sebagai sentra budidaya ikan kerapu dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) yang sudah marak sejak tahun 2000. Namun, semenjak akhir 2017 produksi kerapu konsumsi menurun diikuti dengan harga yang merosot. “Sebelumnya, harga kerapu sempat di angka Rp 165.000 per kilogram (kg) pada 2016 lalu,” ujar Usama Umar, salah seorang pembenih kerapu hybrid di Banjar Dinas Batu Agung-Desa Gerokgak, Kecamatan Gerokgak.
Menurut Oyik, sapaan akrab Usama, masa keemasan berbudidaya kerapu terjadi di kisaran tahun 2011 hingga 2016. “Tapi, sejak Oktober 2017 sampai sekarang, harganya anjlok menjadi 90.000 per kg. Jatuhnya jauh banget. Dan koreksinya itu terlalu cepat. Gak sampai setahun. Lalu, Sempat stagnasi di Desember, bahkan pada Januari tidak ada buyer (pembeli) di Bali. Baru di pertengahan Januari mulai ada collecting (pengambilan),” ungkap Oyik. Merosotnya harga kerapu konsumsi ini sinyalir karena adanya penataan baru di level kebijakan, di mana dalam hal pengiriman hasil produksi ke luar negeri, hanya boleh sekali kirim dalam sebulan dengan kapal-kapal yang telah lolos uji kelayakan. Menurut Oyik, hal ini sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No 32 tentang Kapal Pengangkut Ikan Hidup.
“Kalau kerapu ini kebanyakan pasarnya memang Hongkong dan Cina. Jadi dengan adanya peraturan menteri ini, frekuensi pengiriman hasil produksi menjadi berkurang. Sekarang, sebulan hanya boleh mengirim satu kali,” ujar Oyik kepada TROBOS Aqua.
Kendati demikian, ia tambahkan, produksi benih tetap stabil. “Ya sambil kita menunggu penataan ini, sektor hulu (penyediaan benih) tentu harus tetep jalan,” tuturnya. Apalagi, sepanjang Pantai Utara Kecamatan Gerokgak telah berkembang usaha pembenihan dan pendederan ikan secara massal, khususnya kerapu. Perkembangan yang alaminya seiring dengan geliat budidaya ikan kerapu konsumsi di kecamatan utara Bali ini.
Pembenihan Kerapu
Kebutuhan pasar terhadap benih menjadi salah satu alasan Oyik tetap keukeuh (konsisten) produksi benih. Meski iklim budidaya kerapu di KJA tengah lesu, ia bersikeras untuk tetap memproduksi. “Kita tetap berproduksi. Untuk kebutuhan farm juga,” ujar pendiri CV Multi Benih ini. Sejak awal didirikan 2007 lalu, CV Multi Benih pun fokus di pembenihan kerapu. Alasannya karena ikan kerapu merupakan salah satu jenis ikan dengan nilai ekonomi tinggi. Kerapu juga merupakan jenis ikan ekspor. Selain itu, karena Oyik juga memiliki Keramba Jaring Apung (KJA) kerapu, dan melihat Bali sebagai daerah yang memungkinkan budidaya kerapu dari hulu sampai hilir. “Kami membenihkan sendiri, tebar dengan benih sendiri, dan untuk bisnis kerapu, di Bali memungkinkan dari hulu sampai hilir,” terang lulusan sarjana perikanan Universitas Brawijaya ini.
Bahkan, saat ini ia telah memiliki dua unit hatchery (pembenihan) sepenggal (hatchery yang membeli telur dari hatchery lain dan menetaskan hingga jadi benih siap jual) dengan total jumlah 40 bak. Kapasitas telur per bak mencapai 50.000 butir telur.Untuk indukan, sejauh ini masih mengandalkan tangkapan dari alam. Ada 6 ekor induk kerapu naga (Kertang). “Sekarang, kami tidak memiliki indukan betina. Kalau ada teman yang butuh sperma, ngambil induk jantan dari saya,” terangnya. Padahal, sebelum ini bisnis kerapu lesu dia memiliki setidaknya 50 ekor induk betina.
Cantang dan Cantik
Fokus di pembenihan, Oyik juga mengungkapkan bahwa dirinya saat ini tengah mengembangkan dua jenis kerapu hybrid, yaitu kerapu cantang dan kerapu cantik. Jenis kerapu cantang merupakan hasil persilangan dari jenis kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dan kerapu kertang (Epinephelus lanceolatus). Sedangkan kerapu cantik merupakan hasil persilangan antara kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus ) dan kerapu batik (Epinephelus microdon).
Sumber : http://www.trobos.com/detail-berita/2018/10/15/14/10159/buleleng-terus-cetak-benih-kerapu