(0362) 21440
dkpp@bulelengkab.go.id
Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan

Teknologi Padi Apung untuk Optimalkan Lahan Rawa

Admin dkpp | 07 November 2021 | 1879 kali

Budidaya padi apung merupakan teknik budidaya yang menggunakan rakit sebagai wadah tanam. Teknik ini sudah banyak digunakan oleh petani di daerah risiko banjir. Namun, sebetulnya teknologi padi apung masih tergolong tradisional dan tidak bisa bertahan lama. Selain itu, dosis dan teknik pemupukan juga belum optimal.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan) mulai mengembangkan teknologi model budidaya padi apung dengan Riset Pengembangan Inovatif Kolaboratif (RPIK) di kolam Agro Edu Wisata IP2TP Sukamandi, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi).

Kegiatan pengembangan tersebut bertujuan merancang model budidaya padi apung yang aplikatif dan menguntungkan sebagai teknologi alternatif di lahan rawa.

Pada dasarnya teknologi budidaya padi apung sama seperti budidaya padi di sawah. Hanya saja implementasi budidaya ini dilakukan pada lahan tergenang.

Pengembangan tersebut menguji coba lima model rakit di satu lokasi. Kelima model tersebut adalah model rakit konvensional, model rakit apung termodifikasi, model rakit apung dengan sirkulasi hara tertutup, model rakit apung dengan sirkulasi hara terbuka dan tambahan hara, serta model rakit apung dengan sirkulasi hara terbuka/alami dengan menggunakan rakit styrofoam (MR5).

Model pertama merujuk pada metode padi apung yang dikembangkan di Pangandaran, Jawa Barat. Bahan yang digunakan untuk membuat rakit adalah bambu. Untuk model kedua, hampir sama seperti model pertama. Hanya saja ada sedikit modifikasi rakit dengan menggunakan pipa PVC 4 inci.

Model ketiga menggunakan rakit yang disusun dari pipa paralon PVC ukuran 6 inci.  Selanjutnya, pada model keempat rakit masih disusun dengan pipa paralon PVC, tetapi dengan jarak tertentu.

Model terakhir masih sama seperti model kelima, hanya saja bahan yang digunakan untuk membuat rakit terbuat dari lembaran styrofoam yang dilubangi dan diset dengan bahan penjepit sederhana dari bambu.

Metode penanaman yang digunakan sama seperti budidaya di lahan sawah irigasi, yaitu menanam bibit yang berumur 21 hari setelah semai pada lubang tanam yang diberi jarak 20 cm × 29 cm. Proses pemindahan harus dilakukan sesegera mungkin dan harus berhati-hati jangan sampai akarnya putus.

Penyiangan dilakukan sejak awal, sekitar 10 hari dan diulang 2–3 kali dengan interval 10 hari. Gunakan pupuk NPK dengan dosis yang sesuai.

Sumber : https://www.pertanianku.com/teknologi-padi-apung-untuk-optimalkan-lahan-rawa/