Pengusaha perikanan asal Probolinggo, Jawa Timur, Benjamin Mangitung menyatakan ukuran kapal angkut sebesar 200 GT terlalu kecil, sedangkan tangkapan nelayan banyak. "Dengan ukuran kapal yang kecil, kalau mau kami ingin melakukan pengiriman jumlahnya menjadi terbatas, ongkos distribusi pun jadi lebih tinggi,
Menurutnya, KKP seharusnya menambah kapasitas kapal angkut menjadi 1.000 GT. Sebab, pengusaha ingin ongkos angkut dari daerah timur ke barat Indonesia lebih efisien dengan pengantaran sekali jalan.
Selain itu, dia juga berharap KKP bisa memberikan pembinaan terhadap pengusaha serta sosialisasi yang lebih jelas, guna menghindari kapalnya ditangkap dan disita oleh aparat hukum.
Hal senada juga diungkap Penasehat Paguyuban Nelayan Nahkoda Purse Seine Rukun Santoso Juwana, Pati, Jawa Tengah, Supeno. Menurutnya, peraturan pembatasan ukuran kapal angkut bisa ditambah maksimal 300 GT agar ongkos distribusi lebih murah.
Aturan tentang kapal angkut maksimal 200 GT sebelumnya telah tercantum dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 14 Tahun 2011 tentang usaha perikanan tangkap. Pasal 13 ayat 4 butir b1 mewajibkan kapal pengangkut ikan buatan dalam negeri dengan ukuran paling besar 200 (dua ratus) GT.
Supeno menuturkan, pemerintah harus memberikan kemudahan terhadap pelaku usaha dalam penangkapan dan pengiriman ikan. Dia meminta jangka waktu Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) ditambah dari 2 tahun menjadi 3 tahun.
Sementara itu, Ketua Himpunan Nelayan Purse Seine Nusantara (HNPN) James Then juga menekankan pemerintah untuk konsisten terhadap aturan kapal tangkap. Ukuran maksimum kapal tangkap disyaratkan hanya sebesar 150 GT berdasarkan Surat Edaran Nomor D.1234/DJPT/PI.470.D4/31/12/2015 tentang Pembatasan Ukuran GT Kapal Perikanan pada Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP)/ SIPI / SIKPI.
Dia juga menyatakan, meski ikan tersebar banyak di Indonesia, pengusaha belum mampu memaksimalkan potensi yang besar. "Kami merasa tidak berdaulat, seharusnya ada aturan yang jelas dari pemerintah," ujarnya.
Sebaliknya, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar menjelaskan, KKP melakukan penyederhanaan perizinan menggunakan teknologi digital. Yang mana dengan kemudahan ini, pemohon tidak perlu datang ke pemerintah pusat, tetapi bisa mengirimkan izin lewat laman resmi perizinan KKP.
Menanggapi tentang permintaan untuk penambahan batasan kapal tangkap dan kapal angkut, Zulficar menjelaskan pemerintah berupaya mengatur supaya keberlangsungan ikan bisa bertahan lama. Sebab, dari 625 ribu kapal yang tercatat pada 2016, sebesar 89% di antaranya merupakan kapal kecil di bawah 10 GT.
Karenanya, Zulficar mengungkapkan pembatasan ukuran kapal salah satunya bertujuan untuk memberikan kesempatan nelayan kecil untuk melakukan tangkapan. "Kami tidak berpihak, setiap orang dari setiap daerah harus dapat bagian ikan," katanya.
Ukuran kapal yang terlalu besar juga bisa membuat potensi transshipmentsemakin tinggi. Transshipment merupakan pertukaran muatan kapal di laut lepas, sehingga transaksi penjualan tidak terdaftar.
Menurutnya potensi ikan Indonesia tercatat sebesar 12,54 juta ton. Dari jumlah potensi yang ada saat ini, realisasi tangkapan ikan di Indonesia baru mencapai 70%. KKP juga mencatat, pada 2018 produksi perikanan tangkap mencapai 7,24 juta ton, meningkat 5,17% daripada tahun 2017 yang sebesar 6,88 juta.