Peran ikan sebagai benteng ketahanan pangan nasional, hingga kini dinilai masih belum maksimal. Padahal dengan potensi yang dimiliki Indonesia, ikan berpeluang menggantikan lauk pauk berbahan nabati sebagai pendukung utama ketahanan pangan.Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia ditantang untuk terus melakukan inovasi untuk memanfaatkan ikan sebagai penopang ketahanan pangan utama.
Seiring dengan berkembangnya teknologi pertanian khususnya pada sektor budi daya perikanan semakin memacu peneliti untuk menghasilkan inovasi-inovasi terbaru yang berguna untuk meningkatkan kualitas pertanian dan perikanan Indonesia.Salah satu teknologi terbaru dalam budi daya perikanan adalah budi daya dengan sistem bioflok. Bagi sebagian orang, bioflok mungkin masih terdengar asing dibandingkan dengan teknik budi daya ikan lainnya.
Bioflok berasal dari dua suku kata BIO yang berarti biologi atau hidup dan FLOC yang berarti gumpalan.Biofloc adalah flok atau gumpalan-gumpalan kecil yang tersusun dari sekumpulan mikroorganisme hidup yang melayang-melayang di air.Pada awalnya teknologi bioflok merupakan teknologi pengolahan limbah berupa lumpur aktif yang melibatka aktifitas mikroorganisme.
Dalam perkembangannya konsep teknologi bioflok tersebut diadopsi untuk kegiatan akuakultur. Awalnya konsep ini diterapkan dalam budi daya nila secara intensif di Thailand, kemudian berlanjut pada usaha budi daya udang.
Jika dibandingkan dengan teknologi konvensional, budi daya sistem bioflok mampu menaikkan produktivitas hingga lebih dari 3 kali lipat.Dirjen Perikanan Budidaya (DJPB) Kementrian Kelautan dan Perikanan, Slamet Soebjakto menguraikan "perbandingan untuk budi daya dengan sistem konvensional dengan padat tebar 100 ekor/m3 memerlukan 120-130 hari untuk panen, sedangkan untuk sistem bioflok dengan padat tebar 500-1000 ekor/m3 hanya membutuhkan 100-110 hari kerja saja.
Dengan rata-rata padat tebar 1.000 ekor/m3, maka dalam satu kolam bulat ukuran diameter 3 m, dapat ditebar benih lele sebanyak 3.000 ekor. Ketika panen mampu menghasilkan lele konsumsi lebih dari 300 kg per siklus (100-110 hari).Seiring berjalannya waktu teknologi ini juga sudah diadopsi untuk budi daya lele dengan wadah kolam terpal.
Bioflok terdiri atas partikel serat organik yang kaya akan selulosa, partikel anorganik berupa kristal garam kalsium karbonat hidrat, biopolymer (PHA), bakteri, protozoa, detritus (dead body cell), ragi, jamur dan zooplankton.
Bakteri yang mampu membentuk bioflok di antaranya: Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Eshcericia intermedia, Flavobacterium, Paracolobacterium aerogenoids, Pseudomonas alcaligenes, Sphaerotillus natans, Tetrad, Tricoda, dan Zooglea ramigera.
Teknik Pembuatan Bioflok
Hari pertama, isi fiber dengan air dengan ketinggian 80-100 cm. Usahakan air yang tidak mengandung bahan kimia (air PAM), kemudian buat sistem aerasi, larutkan garam grosok 3 kg/m3 kedalam media atau garam dapat dilarutkan dahulu dengan air baru dimasukkan kedalam media agar tercampur merata dan pompa aerator sudah dihidupkan.
Hari kedua, masukkan bakteri phatogen atau probiotik kedalam kolam sebanyak 6 ml/m3 (bakteri dapat dibeli di toko pertanian).
Hari ketiga, beri pakan probiotik tadi dengan memasukkan molase atau tetes tebu 250 ml/m3. Molase atau tetes tebu juga dapat diganti dengan air gula tebu atau air gula jawa/merah. Selain itu tepung terigu juga bisa menjadi pakan tambahan bagi bakteri patogen, anda bisa menambahkan 100-200 gr tepung terigu kedalam kolam.
Pada malam harinya boleh ditambah dolomit dengan takaran 200-250 gr/m3. Kemudian biarkan air kolam diaerator 7-10 hari agar mikroorganisme cepat berkembang biak.
Setelah 10 hari bakteri atau mikroorganisme sudah berkembang dengan baik, kolam budi daya siap ditebar dengan benih lele dengan padat tebar 250-350/m3.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam sistem bioflok
Sumber : https://lisa.id/nelayan/artikel/5a1fd214b62e5cf65e90af73
Download disini