(0362) 21440
dkpp@bulelengkab.go.id
Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan

Pertama di ASEAN, RI Terapkan Pendataan Perikanan Elektronik

Admin dkpp | 10 September 2019 | 456 kali

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya memerangi praktik kegiatan perikanan ilegal dan tidak terdata atau illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF) di Indonesia.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Zulficar Mochtar menuturkan, penghapusan praktik IUUF dalam negeri salah satunya dapat diwujudkan dengan tata kelola perikanan tangkap melalui aplikasi online.

Oleh sebab itu, KKP menciptakan e-logbook, yakni aplikasi pendataan pencatatan ikan oleh nelayan domestik. Dari sini, KKP menargetkan kenaikan perolehan penerimaan perpajakan perikanan ke negara dengan data yang diklaim lebih transparan. 

"Per kemarin sudah 5 ribu yang gunakan aplikasi ini. Jadi mereka (nelayan) tinggal cocokan hasil penangkapanya. Jadi kalau ada salah catat segala macam sistem kita langsung menyesuaikan, ini informasinya salah jadi otomatis surat langsung dikirmkan ke dia untuk verifikasi data sehingga perbaikan ini akan membuat pencatatan ikan akan semakin membaik," tuturnya kepada Liputan6.com, Kamis (11/7/2019).

Zulfikar menjelaskan, penerapan pendataan ikan secara online ini merupakan yang pertama di ASEAN. Karenanya, pihaknya optimistis dapat meningkatkan potensi perikanan Indonesia agar semakin membaik kedepannya.

"Makanya kita dorong e-logbook. Kita akan terapkan elektronik sistem ini. 

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti mengatakan, Indonesia kini semakin menancapkan prestasinya di sektor kelautan di mata internasional.

Pengakuan itu diperoleh atas konsistensi RI dalam memerangi kegiatan perikanan ilegal atau yang lebih dikenal dengan Illegal, Unreported, dan Unregulated (IUU) Fishing.

Namun, masalah IUU Fishing kata Susi masih jadi PR besar Indonesia yang harus dibenahi meski kesejahteraan nelayan tercatat naik sejak 2014 silam.

"Jadi ekonomi (kelautan) kita yang sesungguhnya itu belum kelihatan karena IUUF kita yang masih tinggi," tuturnya kepada Liputan6.com, Selasa (9/7/2019). 

Susi Pudjiastuti menjelaskan, nelayan kerapkali dimanfaatkan sejumlah pengusaha nakal dengan mengecilkan laporan perolehan perikanan, termasuk ukuran kapal yang digunakan.

"Kita mau pengusaha jujur, kapalnya ukuranya benar, laporan tangkapanya benar. Faktanya 4 ribuan kapal itu grupnya dimiliki 8-20 orang saja. Itu-itu saja orangnya, kita tahu. Oligarki ini," terang dia.

Sebab itu, potensi penerimaan pajak dari sektor kelautan RI menjadi tidak optimal. Padahal, menurut Susi Pudjiastuti perolehan pendapatan pengusaha itu bisa mencapai triliunan dari industri perikanan saja.

"Kita jadi ditegur PDB perikanan tertinggi, tapi pajaknya tidak seimbang. Mereka (pengusaha) ini dikertasnya pakai nama cicit, om, tante, opa, oma, izinya pakai calo. Yang akal-akalan ini mau kita betulkan," tegasnya.

Sumber : https://www.liputan6.com/bisnis/read/4009788/pertama-di-asean-ri-terapkan-pendataan-perikanan-elektronik