Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan komitmen untuk mendorong peningkatan sektor kelautan dan perikanan di masing-masing daerah, terutama di sentra-sentra penghasil ikan. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, sebagai bentuk dukungannya, pihaknya akan membantu beberapa daerah untuk mendapatkan tambahan anggaran apabila diperlukan.
“Saya dukung dengan sangat misalnya daerah Maluku untuk dapat tambahan anggaran dari Kementerian Keuangan. Karena apa? Karena Maluku sangat luas dan memang betul menyumbang banyak ikan, karena memang nelayannya kebanyakan hidup dari laut,” ujarnya dalam gelaran konferensi pers di Kantor KKP, Jakarta Pusat, Senin (9/9).
Penambahan anggaran ini menurutnya diperlukan untuk penambahan infrastruktur penunjang karena banyak daerah yang belum memiliki pelabuhan besar yang mumpuni. Tak hanya Maluku, hal ini berlaku bagi semua daerah perikanan yang potensial seperti Papua, Natuna, Bitung, dan berbagai daerah lainnya. Menurutnya, setiap daerah yang memberikan sumbangsih pendapatan tinggi dari sektor apapun harus dinaikkan anggarannya.
Mengingat potensi-potensi di berbagai daerah yang begitu besar, pemerintah juga mengizinkan kapal-kapal dari daerah lain untuk menangkap di zona penangkapan tertentu. Namun untuk memaksimalkan pendapatan daerah, Menteri Susi mengimbau agar masing-masing daerah membuat Perda kewajiban melaporkan tangkapan di pelabuhan – pelabuhan daerah penangkapan. Menurutnya gubernur memiliki kewenangan untuk membuat regulasi tersebut.
Ia mencontohkan Maluku. 13 pelabuhan di Maluku bisa dipakai untuk docking dan landing kapal-kapal dari daerah luar, misalnya Jawa supaya melakukan bongkar muat di sana. Hal ini perlu agar Pemerintah Provinsi Maluku bisa memungut retribusi dari hasil tangkapan kapal-kapal di perairan Maluku. “Saya meminta seperti contoh Natuna. Pemda bikin peraturan dong supaya kapal-kapal Jakarta yang menangkap di Natuna itu ikannya dibongkar di Natuna. Bahwa setelah dibongkar nanti mau dibawa ke Jawa, dilelang dulu. Kenapa itu Ibu dukung? Karena itu akan memperbaiki data pelaporan supaya data laporan makin benar. Yang kedua, juga menghidupkan daerah. Yang ketiga, akan memperbaiki bagi hasil bagi para nakhoda dan ABK karena kalau hanya dilelang, bukan ditentukan oleh juragan kapal, kan harganya bagus. Kalau harga bagus, bagi hasilnya bagus,” jelasnya.
Menurutnya, KKP dari dulu telah mendorong agar ikan yang ditangkap di wilayah tertentu dilelang di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di pelabuhan-pelabuhan tersebut. Pelelangan ikan ini akan sangat membantu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan juga menghidupkan ekspor langsung dari daerah.
“Selama ini ekspor itu lucu. Ikan dari Morotai dibawa ke Bitung, dari Bitung dibawa ke Makassar, baru diekspor. Kita ini dari Kementerian Kelautan mendorong di setiap wilayah perikanan harusnya ada ekspor sendiri. Dari Morotai ke Palau, dari Biak ke Palau, jauh lebih dekat daripada dari Biak dibawa dulu ke Jakarta, bawa ke Makassar dulu, baru di ekspor,” paparnya.
Tak hanya memperjauh jarak tempuh yang membuat mutu ikan menurun, ekspor yang ‘keliling Indonesia’ ini juga memakan biaya yang jauh lebih besar. “Seharusnya semua wilayah timur harus ekspor langsung tapi bukan dari tengah laut pakai kapal tramper, itu illegal fishing namanya,” Menteri Susi mengingatkan.
Menteri Susi menyebut, di wilayah Papua juga ada ekspor langsung, namun ekspor transshipment (alih muat) di tengah laut dari kapal-kapal Indonesia ke Papua Nugini. Menurutnya, dia tidak senang dengan praktik transshipment ini karena tidak memberikan dampak terhadap pendapatan daerah. “Daerah harus membuka pelelangan ikan dan paksa semua harus mendaratkan tangkapannya di pelelangan ikan. Kita akan dukung,” tegasnya.
Laut sudah dapat dimanfaatkan seluas-luasnya untuk kepentingan anak bangsa. Terlebih lagi saat ini pemerintah telah mengeluarkan aturan di mana perikanan tangkap masuk dalam negative list investor asing. Untuk itu, para pengusaha dari berbagai daerah dalam negeri diminta untuk ikut andil dalam bisnis kelautan dan perikanan ini. “Sekarang sudah tidak ada lagi istilah moratorium kapal eks-asing. Sekarang semua kapal asing, modal asing, perusahaan asing tidak diperbolehkan melakukan usaha penangkapan ikan di Indonesia. Pengusaha-pengusaha perikanan pun sudah kita panggil satu-satu. Jadi kalau merasa dirugikan, mereka bisa melakukan upaya hukum, PTUN kan saja KKP. Jika memang mereka legal, tidak illegal, surat-surat dokumen yang semua benar, silakan tempuh jalur hukum,” sebutnya.
Komitmen ini menurut Menteri Susi dilakukan untuk mendorong Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor perikanan. Ia menyebut, sebelum pemerintahan Presiden Joko Widodo pada 2014 lalu, PNBP dari sektor perikanan hanya sebesar Rp300 miliar. Namun pada 2018 lalu telah mencapai Rp1 triliun.
Tak hanya itu, pendapatan pajak sektor perikanan juga mengalami kenaikan dari hanya Rp851 miliar di 2014 menjadi Rp1,638 triliun di 2018. Sementara itu, per 31 Agustus 2019 pajak sektor perikanan telah mencapai Rp1,372 triliun rupiah atau tumbuh 24,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
“Pertumbuhan PDB di sektor perikanan di Triwulan II 2019 juga naik menjadi 6,25 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2018 yaitu 4,83 persen,” katanya.
Keberhasilan pengelolaan kelautan dan perikanan juga ditunjukkan dengan peningkatan Nilai Tukar Nelayan (NTN) dari 106,41 di 2015 menjadi 114,24 per Agustus 2019. Ekspor perikanan pada 2017-2018 juga menunjukan peningkatan, di mana volume ekspor naik 4,45 persen sementara nilai ekspor naik 7,44 persen.Peningkatan juga terjadi pada konsumsi ikan nasional Indonesia. Konsumsi ikan masyarakat mulai merangkak naik dari awalnya hanya 41,11 kg per kapita di tahun 2015 menjadi 50,8 kg per kapita di tahun 2018.
“Ini adalah pencapaian yang bagus dari tata kelola potensi besar secara baik dan benar,” katanya.
Guna melindungi potensi yang dimiliki Indonesia ini, Menteri Susi mengatakan, KKP bersama Satgas 115 terus berupaya menjaga kedaulatan laut Indonesia dari ancaman negara luar. Sejak Januari hingga 21 Agustus 2019 misalnya, KKP telah berhasil menangkap 48 kapal ilegal asing yang terdiri dari 18 kapal berbendera Vietnam, 18 kapal berbendera Malaysia, dan 11 kapal berbendera Filipina, dan 1 kapal berbendera Panama.