KKPNews, Jakarta – Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mendorong konservasi terumbu karang dalam dunia internasional. Hal ini kembali dibuktikan dengan sumbangsih yang diberikan Indonesia dalam rangkaian Monaco Ocean Week 2019 yang diselenggarakan di Monte Carlo, Monaco, pada 24-30 Maret 2019 lalu.
Dalam pertemuan tersebut, delegasi Indonesia dipimpin oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Dirjen PRL), Brahmantya Satyamurti Poerwadi. Sementara itu, Kepala Badan Riset dan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDMKP), Sjarief Widjaja; Direktur Jasa Kelautan, Moh. Abduh Nurhadijat; Kepala Pusat Riset Kelautan, Riyanto Basuki; Kepala Seksi BMKT; dan Fungsi Ekonomi KBRI Paris turut hadir sebagai anggota delegasi.
Delegasi RI mengikuti sedikitnya 5 pertemuan yang membahas pengelolaan terkait terumbu karang secara berturut-turut dalam Monaco Blue Initiative (MBI) ke-10; pertemuan International Coral Reef Initiative (ICRI); World Coral Conservatoire Workshop; Pertemuan Tingkat Tinggi (PTT) Lembaga Penelitian Kelautan Eropa; dan pertemuan bilateral dengan Center Scientifique de Monaco (SCM).
Dorong Kawasan Konservasi Perairan (MPA)
Dalam forum diskusi MBI ke-10, yang difasilitasi oleh Pangeran Albert II, para peserta menekankan pentingnya peran Kawasan Konservasi Perairan (Marine Protected Area/MPA)untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
“Hal itu perlu dioptimalkan dengan memastikan bahwa pengelolaan MPA berjalan secara efektif dalam melakukan fungsinya,” jelas Brahmantya.
Di antaranya yaitu melindungi keanekaragaman hayati, pemanfaatan jasa lingkungan, dan melibatkan masyarakat di sekitarnya dengan tepat – khususnya generasi muda – untuk membantu mengawasi dan mengelola MPA dengan adaptif.
“Selain itu, kita juga membahas aksi-aksi yang bisa kita lakukan untuk membangun political willingness dari pemerintah, pelaku bisnis, maupun masyarakat di tiap-tiap negara supaya tantangan akan perlindungan spesies lintas-batas dapat diatasi,” ucap Brahmantya.
Ia menambahkan, forum juga membahas perlunya memiliki kerangka Ekonomi Biru (Blue Economy) untuk mengkoneksikan pemanfaatan jasa lingkungan dalam agenda pengelolaan sumber daya alam.
Sebagai informasi, Blue Economy adalah gerakan ekonomi yang mendorong pemanfaatan sumber daya lokal melalui beragam inovasi agar semaksimal mungkin memberikan nilai tambah bagi peningkatan ekonomi, kualitas hidup manusia, penciptaan lapangan kerja, dan terutama penghematan sumber daya yang berkelanjutan. Blue Economy mendorong agar semua sumber daya alam tidak ada yang terbuang, bahkan bahan sisa produksi bisa didaur ulang untuk dijadikan produk baru.
Tindaklanjuti Penanggulangan LRFFT
Dalam pertemuan lainnya, delegasi Indonesia bertemu dengan International Coral Reef Initiative (ICRI) guna membahas inisiatif-inisiatif yang perlu dilakukan untuk mencapai target pengelolaan terumbu karang yang telah disepakati secara internasional. Dalam kesempatan itu, Brahmantya menyampaikan rencana aksi dan langkah strategis Indonesia untuk menanggulangi perdagangan ikan karang hidup untuk konsumsi (Live Reef Fish Food Trade/LRFFT).
“Perdagangan ikan karang hidup untuk konsumsi ini marak terjadi di negara-negara Asia Pasifik. Menurut laporan, sekitar 15-20 spesies ikan karang diperdagangkan secara unreported dan unregulated ke Hong Kong dan Cina. Kondisi ini tentu mengancam keberlanjutan ikan karang kita dan secepatnya harus kita hentikan,” tandasnya.
Sementara itu, Didier Zocolla, peneliti dari Centre Scietifique de Monaco (CSM),menyampaikan bahwa Monako berkomitmen untuk membantu penelitian pengelolaan terumbu karang di beberapa negara. Kesempatan ini menjadi peluang kerjasama bagi Indonesia dan Monaco dalam pengelolaan terumbu karang di Indonesia.
“Selain itu, Indonesia juga akan terus mengangkat isu Life Reef Fish Food Trade (LRFFT) dan pengelolaan konservasi terumbu karang berkelanjutan pada forum-forum internasional yang diikuti oleh ICRI,” lengkap Brahmantya.
Hal itu akan turut didorong dengan kesepakatan yang dicapai oleh para peneliti terkait terumbu karang di pertemuan World Coral Conservatoire Workshop. Mereka menyepakati untuk mengembangkan kerangka kegiatan penelitian karang, ruang lingkup, dan lokasinya. Indonesia, dalam hal ini, menjadi salah satu negara yang diusulkan sebagai lokasi project yang akan dilaksanakan.
Satu-Satunya Negara Asia dalam PTT Lembaga Penelitian Kelautan Eropa
Sementara itu, dalam Pertemuan Tingkat Tinggi (PTT) Lembaga Penelitian Kelautan Eropa, Indonesia berkesempatan menjadi satu-satunya negara Asia dalam forum yang membahas tentang bagaimana membangun hubungan yang kuat antara ilmu pengetahuan, masyarakat dan politik untuk dapat menentukan masa depan ilmu pengetahuan di Eropa.
Kepala BRSDMKP Sjarief Widjaja menuturkan, dalam pertemuan yang dihadiri oleh berbagai organisasi internasional seperti UN-OECD, Lembaga Riset Spanyol, Perancis, Plymouth University, dan Monaco Exploration, Indonesia menjadi satu-satunya negara Asia yang turut serta.
“Kita turut memberikan masukan dan pandangan berdasarkan pengalaman yang kita hadapi di Indonesia. Tentu menjadi sebuah kebangaan juga bagi Indonesia untuk merepresentasikan Asia,” tutur Sjarief.
Pertemuan menghasilkan beberapa poin mengenai komitmen Lembaga Penelitian Kelautan Eropa. Salah satunya yaitu untuk membuat hasil-hasil penelitian dapat lebih dipahami oleh masyarakat sehingga berbagai riset yang selama ini telah dicapai, tidak sebatas menjadi konsep, melainkan dapat diimplementasikan di lapangan.
Tawarkan Kerjasama lewat PIAMARI dan MIAMARI
Selain mengikuti berbagai pertemuan dalam forum, delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia, Sjarief Widjaja, melakukan petemuan bilateral dengan Center Scientifique de Monaco (CSM). Mewakili KKP, ia mengajukan 4 proposal penelitian, concept paper, dan pengelolaan akuarium untuk dipertimbangkan oleh CSM.
“Kita harapkan, nantinya berbagai program yang ada di dalam proposal itu bisa dilaksanakan bersama-sama antara peneliti Monako dan Indonesia,” ucap Sjarief.
Ia juga menawarkan 2 fasilitas pusat penelitan dan peralatan di Indonesia yang dapat dimanfaatkan bersama oleh kedua negara untuk mempercepat penanggulangan isu-isu kelautan dan perikanan global yang tengah mengancam saat ini.
“Kita punya Pangandaran Integrated Aquarium and Marine Resarch Institute (PIAMARI) di Pangandaran dan Morotai Integrated Aquarium and Marine Research Institute (MIAMARI) di Morotai. Ini dapat kita gunakan bersama untuk mencapai penelitian bersama,” ujarnya. Selanjutnya, KKP akan menyampaikan daftar fasilitas yang dimiliki secara detail beserta dengan kualifikasi keahlian yang dimiliki untuk diproses lebih lanjut.
Komitmen Indonesia
Sebagai informasi, keberadaan terumbu karang menjadi isu yang disoroti oleh Indonesia saat ini karena dalam beberapa dekade terakhir, dunia telah kehilangan sekitar 50% terumbu karang akibat perubahan iklim dan ulah manusia. Padahal, terumbu karang yang menjadi rumah bagi seperempat dari seluruh spesies laut di dunia hanya ada pada 1% dari total area laut dunia.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti menyatakan, Indonesia terus berupaya mendorong konservasi terumbu karang, baik di tingkat nasional maupun internasional. Komitmen itu telah ditunjukkan secara konsisten sejak Indonesia menginisiasikan kerjasama antara 6 negara Asia Pasifik untuk melindungi terumbu karang melalui Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) pada tahun 2009.
“Komitmen itu kembali kita buktikan dengan peran Indonesia sebagai tuan rumah perhelatan Our Ocean Conference 2018 di Bali dan kepemimpinan bersama sebagai ketua International Coral Reef Initiative (ICRI) periode 2018-2020,” ucap Menteri Susi.
Brahmantya juga menambahkan, Indonesia juga telah meloloskan sejumlah resolusi terkait terumbu karang di tingkat Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Sidang Umum Lingkungan PBB (UNEA).
“Pada tahun 2016, Indonesia berhasil meloloskan Resolusi 2/12 berisi arah kebijakan Terumbu Karang menyongsong tahun 2030 di Sidang UNEA-2. Keberhasilan itu dilanjutkan dengan diterimanya rancangan resolusi ‘Tata Kelola Terumbu Karang Berkelanjutan’ yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia pada sidang UNEA-4 pada bulan Maret kemarin. Kita akan terus kawal agar penanggulangan isu terumbu karang ini dapat menjadi perhatian global,” tutup Brahmantya. (ERB)