Udang vaname merupakan salah satu jenis udang introduksi yang banyak memiliki keunggulan. Selain tahan terhadap serangan penyakit, pertumbuhan udang ini juga tergolong cepat, hanya memakan waktu pemeliharaan sekitar 100 hari. Bahkan, udang satu ini dikenal memiliki nilai konversi pakan yang cukup rendah. Oleh karena itu, udang memang memiliki potensi yang luar biasa jika dikembangkan skala industri. Bahkan, Indonesia memiliki peluang besar memasok pangsa pasar udang di dunia. Untuk merebut peluang tersebut, harus didukung oleh ketersediaan benur berkualitas yang harus terpenuhi dan juga harus menjangkau sentral-sentral produksi udang nasional. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, saat memberi sambutan pada peresmian Naupli Center di Jepara, belum lama ini.
Slamet juga mengimbau untuk membangun mata rantai proses produksi secara terintegrasi. Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Ditjen Perikanan Budidaya tengah menata sistem logistik perbenihan melalui pembangunan Naupli Center yang ke depannya diharapkan akan menjangkau sentral-sentral produksi udang. Mekanismenya menurut Slamet, UPT seperti BBPBAP Jepara yang akan memproduksi nauplius udang berkualitas dan hatchery skala rumah tangga (HSRT)/panti benih, masyarakat tinggal beli nauplius tersebut untuk dibesarkan sampai ukuran siap tebar di tambak.
“Naupli Center ini nantinya akan terkoneksi dengan panti benih/ HSRT milik masyarakat di sentral-sentral produksi budidaya udang. Melalui Naupli Center ini, akan ada jaminan kualitas benur yang dihasilkan, di sisi lain keberadaan Naupli Center ini juga akan memicu segmen usaha HSRT semakin bergairah. Paling penting adalah para pembudidaya udang tidak harus repot-repot mendatangkan benur dari luar daerah,” ungkap Slamet.
Pihaknya berharap dengan pembangunan Naupli Center BBPBAP Jepara ini mampu mensuplai kebutuhan benur berkualitas, sekaligus sebagai embrio bagi pembangunan Naupli Center di daerah lain. Dengan demikian, ketersediaan benur bermutu akan mampu terpenuhi di seluruh Indonesia.
Naupli Center ini merupakan bagian upaya untuk membangun sistem logistik benih yang lebih tertata dan terintegrasi. Selama ini menurut Slamet mata rantai benih kurang tertata dengan baik dan masih bersifat parsial, dampaknya ketersediaan benur seringkali tersendat dan kualitas benur juga sulit dikontrol. Apalagi menurutnya, sentral produksi budidaya udang seringkali juga berjauhan dengan sentral produksi benih. Di sisi lain HSRT juga kesulitan mencari induk bermutu sehingga produksi benih tidak berkelanjutan.
“Dengan penataan sisitem ini, maka mulai dari ketersediaan jumlah dan kualitas benur akan terjamin, disamping itu pola ini sangat pas untuk menerapkan prinsip ketelurusan sebagaimana kaidah Cara Perbenihan Ikan yang Baik (CPIB),” tambahnya.
Kepala BBPBAP Jepara, Sugeng Raharjo, menyampaikan bahwa Naupli Center yang dibangun ini memiliki kapasitas produksi nauplius udang vaname mencapai 400—500 juta ekor per tahun. Atau, rata-rata 225 juta ekor per siklus atau sekitar 6 bulan.
Hingga saat ini total nauplius yang telah diproduksi sebanyak 210 juta ekor, masing-masing untuk memenuhi kebutuhan HSRT di Kabupaten Jepara sebanyak 20 juta ekor, 160 juta ekor untuk memenuhi kebutuhan hatchery milik swasta di Tuban, Rembang, dan Tegal, serta 30 juta ekor untuk kegiatan balai.
Sementara itu, untuk menggenjot produksi udang nasional, pemerintah memproyeksikan pada 2017 produksi benur udang mencapai sekitar 70,06 miliar ekor, masing-masing untuk udang vaname sebanyak 50,35 miliar ekor, udang windu 15,35 miliar ekor, dan udang lainnya mencapai 7,35 miliar ekor.
Sumber : https://www.pertanianku.com/indonesia-berpotensi-jadi-pasar-udang-vaname-dunia/