Masih dalam suasana peringatan Hari Kartini, Tokopedia menyelenggarakan talkshow SHE bertajuk Be Your Own Version of Kartini di Jakarta, Kamis (25/4). SHE merupakan kegiatan yang menampilkan sosok perempuan inspiratif yang mampu meraih mimpi dan sukses di bidang yang mereka tekuni. Pada penyelenggaraan SHE yang ketiga kalinya ini, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti hadir sebagai salah satu pembicara.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Susi bercerita tentang perjuangannya membangun bisnis di masa lalu hingga ditunjuk Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Menurutnya, meskipun seorang perempuan, sedari remaja ia sudah bertekad untuk mandiri.
Menteri Susi mengisahkan, dirinya yang merasa tidak cocok dengan sistem sekolah akhirnya memutuskan untuk berhenti sekolah di kelas 2 SMA. Sadar dirinya tak bisa terus bergantung kepada keluarga dan orang tua, ia pun memulai merintis bisnis dengan tekun, salah satunya dengan menjadi pengepul ikan di Pangandaran dengan modal awal hanya Rp750.000.
Meskipun dirinya merasa tidak cocok dengan sistem sekolah, bukan berarti sekolah tidak cocok untuk semua orang. Untuk itu ia tidak menyarankan generasi muda menjadikan dirinya sebagai alasan untuk tidak lanjut sekolah.
“Bukan sekolah tidak cocok untuk saya, tapi saya tidak bisa mencocokkan diri dengan sistem sekolah. Terus saya berpikir mau apa? Kalau saya do nothing, have nothing, saya tidak bisa mandiri. Saya tidak bisa melakukan apa yang saya mau dan mendapatkan apa yang saya mau karena masih bergantung pada orang tua. Keinginan untuk mandiri membuat saya memutuskan saya harus bisa menghasilkan uang sendiri, karena finansial itu sangat berpengaruh pada kemandirian,” kenang Menteri Susi.
“Nilai tertinggi justru ikan yang tidak diapa-apakan (red-segar), tetapi kamu harus menyajikannya sesegera mungkin dalam waktu 20 – 48 jam kepada pembeli. Tetapi dengan kendaraan dari rumah saya di Pangandaran ke Jakarta (yang memakan waktu) 12 jam, kalau macet bisa sehari penuh, membuat lobster dan ikan hidup banyak yang mati, kalau yang segar juga jadi kurang segar. Jadi jalan terbaik saya harus memiliki pesawat pengangkut sendiri dengan mempertimbangkan waktu dan jarak sesuai kondisi Indonesia,” cerita Menteri Susi.
“Namun pesawat datang baru satu bulan, terjadi tsunami di Aceh. Pesawat saya membantu di sana, menyalurkan bantuan sendiri maupun dari NGO-NGO ke Meulaboh. Akhirnya karena dikenal di situ Susi, orang-orang cari Susi, cari Susi Air. Padahal awalnya tidak ada niat membuat maskapai penerbangan,” Menteri Susi mengisahkan awal mula merintis bisnis penerbangan Susi Air.
Setelah berhasil di bisnis perikanan dan penerbangan, Menteri Susi mengakui hidupnya semakin membaik dan berkecukupan. Meskipun demikian, ia tak lantas membelanjakan uang semaunya saja. Menurutnya penentuan skala prioritas secara cerdas tetaplah penting. Inilah yang harus dilakukan seluruh masyarakat Indonesia.
Menggeluti bisnis perikanan selama kurang lebih 30 tahun membuat dirinya paham bahwa ikan dengan nilai jual tertinggi adalah ikan dalam keadaan segar, kemudian disusul added value product, ikan beku, ikan kaleng, dan terakhir ikan asap, ikan pindang, dan ikan asin. Namun terbatasnya akses transportasi menjadi masalah besar dalam pemasaran produk perikanan segar.
“Nilai tertinggi justru ikan yang tidak diapa-apakan (red-segar), tetapi kamu harus menyajikannya sesegera mungkin dalam waktu 20 – 48 jam kepada pembeli. Tetapi dengan kendaraan dari rumah saya di Pangandaran ke Jakarta (yang memakan waktu) 12 jam, kalau macet bisa sehari penuh, membuat lobster dan ikan hidup banyak yang mati, kalau yang segar juga jadi kurang segar. Jadi jalan terbaik saya harus memiliki pesawat pengangkut sendiri dengan mempertimbangkan waktu dan jarak sesuai kondisi Indonesia,” cerita Menteri Susi.
“Namun pesawat datang baru satu bulan, terjadi tsunami di Aceh. Pesawat saya membantu di sana, menyalurkan bantuan sendiri maupun dari NGO-NGO ke Meulaboh. Akhirnya karena dikenal di situ Susi, orang-orang cari Susi, cari Susi Air. Padahal awalnya tidak ada niat membuat maskapai penerbangan,” Menteri Susi mengisahkan awal mula merintis bisnis penerbangan Susi Air.
Setelah berhasil di bisnis perikanan dan penerbangan, Menteri Susi mengakui hidupnya semakin membaik dan berkecukupan. Meskipun demikian, ia tak lantas membelanjakan uang semaunya saja. Menurutnya penentuan skala prioritas secara cerdas tetaplah penting. Inilah yang harus dilakukan seluruh masyarakat Indonesia.
Tak berhenti di sana, kiprah dan kapasitasnya sebagai perempuan hebat rupanya juga dilirik Presiden Joko Widodo. Saat pelantikan menteri di Kabinet Kerja, ia ditunjuk sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Padahal, sebelumnya ia tak memiliki kedekatan khusus dengan Presiden Joko Widodo, terlebih pendidikannya yang tidak tamat SMA. Namun rupanya, kiprahnya di bisnis perikanan membuat Presiden mempercayainya untuk mengatur pengelolaan laut Indonesia yang meliputi 71 persen dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bekerja sebagai pembantu Presiden, Menteri Susi memahami tugasnya untuk ikut mengawal tercapainya visi misi pemerintah yaitu menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia dan menjadikan laut sebagai masa depan bangsa. Menurutnya, Indonesia sebagai poros maritim dunia bukanlah hal yang mustahil, mengingat Indonesia memiliki garis pantai kedua terpanjang di dunia, dan merupakan negara kepulauan kedua terbesar di dunia, serta memiliki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) ke-7 terbesar di dunia. Justru menurutnya ironi, dengan kelebihan yang ada, neraca perdagangan Indonesia bahkan tidak bisa memimpin di Asia Tenggara.
“Something is wrong. Saya tahu ada persolan besar. Ternyata banyak kapal-kapal asing ilegal mencuri ikan di laut kita. Kita punya Undang-undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009. Di sana ada amanat penenggelaman kapal yang mencuri ikan di perairan Indonesia,” tutur Menteri Susi.
Kata ‘tenggelamkan’ memang seketika popular setelah kebijakan penenggelaman kapal yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di bawah kepemimpinan Menteri Susi mampu mengusir ribuan kapal asing dan mendatangkan efek jera. Namun Menteri Susi menyebutkan, ia tak berniat mencari sensasi dengan kata-kata tersebut. Bahkan ia tak menganggap kata tenggelamkan sebagai sesuatu yang luar biasa. Namun ia menilai bersyukur dengan sambutan dan semangat yang luar biasa dari masyarakat.
“Saya terkejut, kenapa (kata tenggelamkan menjadi) begitu spesial, kenapa begitu heboh. Tapi akhirnya saya mengerti, kita semua ingin berdaulat, menginginkan kedaulatan sehingga reflek (kata tenggelamkan) ini menjadi pembicaraan. Ini karena kedaulatan menjadi tujuan, kuatnya perasaan ingin berdaulat. Jadi kita ingin menegaskan kita mampu melakukannya,” jelas Menteri Susi.
“Kata ini menunjukkan perasaan memiliki Indonesia sebagai bangsa yang besar, dan saya senang sudah melakukannya,” lanjutnya.
Meski dikenal sebagai perempuan pemberani, menurut Menteri Susi dirinya tidaklah berani. Ia hanya melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan sesuai dengan apa yang telah diamanatkan undang-undang. Ia juga bersyukur atas hasil kebijakan yang tidak hanya mengusir kapal asing, tetapi juga mampu membuat Indonesia menjadi negara dengan neraca perdagangan perikanan nomor 1 di Asia Tenggara sejak 2015 lalu. Menurutnya, ekspor produk perikanan Indonesia juga konsisten meningkat setiap tahunnya.
“Kita sekarang pemasok nomor 1 kepiting di Amerika, udang nomor 2. Sementara tuna akhirnya tahun ini kita menjadi supplier terbesar di dunia yang sebelumnya di Asia Tenggara saja tidak dihitung. Itu yang akhirnya membuat saya bangga karena sebelumnya kita juga tidak meramalkan bahwa penenggelaman kapal akan berdampak begitu besar,” ucapnya.
Berkaca dari keberhasilan Indonesia, Menteri Susi gencar melakukan promosi ke seluruh dunia bahwa pemberantasan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing adalah bisnis yang paling menguntungkan bagi Negara.Tak cukup dengan pencapaian kedaulatan saja, Menteri Susi menilai setiap masyarakat harus memperhatikan pilar keberlanjutan. Sebagai renewable nature resources, keberlanjutan sumber daya perikanan harus dijaga dengan tidak menggunakan alat tangkap yang merusak lingkungan (trawl, cantrang, dsb), menghentikan destructive fishing/penangkapan yang merusak lingkungan (penggunaan bom, dinamit, portas, dsb), dan menjaga stok di alam dengan tidak menangkap spesies dan jenis ikan dilarang dan dilindungi seperti halnya kepiting atau lobster bertelur.
Ia mendorong masyarakat termasuk perempuan untuk ikut serta dalam dunia bisnis namun harus tetap memperhatikan keberlanjutan. “Kadang-kadang pengusaha pikir peraturan ini bikin susah mereka. Padahal justru kita mempertahankan keberlanjutan bisnis dan mengupayakan bisnis bertahan dalam jangka panjang,” imbuh Menteri Susi.
“Kita semua, anak-anak muda telah mengerti tentang lingkungan, teknologi, dan keberlanjutan. Kita peduli. Kita harusnya tahu ketika kita menetapkan pembatasan dan aturan pada pemanfaatan renewable nature resources, hasil satu-satunya adalah produktivitas yang lebih baik,” terangnya.
Ia berharap agar bisnis generasi muda tidak hanya berorientasi kepada hasil yang dapat diambil, melainkan juga produktivitas dalam jangka panjang. Inilah yang dapat mengantar bangsa pada pilar kesejahteraan. “Produktivitas penting untuk menjaga keberlanjutan bisnis, untuk menjaga keberlanjutan pendapatan yang terus menerus, menjaga keuntungan. Tanpa keberlanjutan, bisnis kalian akan berhenti dan keuntungan yang didapat juga akan berhenti,” tegas Menteri Susi. Ia meminta, sebagai generasi cerdas penerus bangsa agar masyarakat millennial berpikir kelestarian untuk masa depan dan generasi selanjutnya. Sebab menurutnya, generasi mendatang akan dihadapkan pada konflik kecukupan pangan dan energi seiring dengan bertumbuhnya populasi dunia, sehingga sumber daya perikanan sebagai salah satu sumber pangan dan protein akan menjadi rebutan.
“Pemenuhan protein diet supply termurah adalah laut. Tapi laut kalau tidak dijaga, bisa rusak. Untuk itu kita perlu menghentikan ekstraktif dan eksploitasi berlebihan,” pungkas Menteri Susi. (AFN)