Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) menyelenggarakan kegiatan sosialisasi perizinan di bidang pengelolaan ruang laut dengan tema “Peluang Investasi dan Kemudahan Perizinan di Laut”, Rabu (11/9) di Kantor KKP, Jakarta Pusat. Kegiatan yang bertujuan mewujudkan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia dengan menjadikan Indonesia sebagai negara yang dapat memanfaatkan laut secara mandiri dan bertanggung jawab tersebut dibuka oleh Sekretaris Jenderal KKP, Nilanto Perbowo.
Hadir sebagai peserta sekitar 250 orang yang terdiri dari Pemerintah Daerah (Pemda), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), civitas akademika universitas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta pelaku usaha swasta dari berbagai wilayah Indonesia.
Mengawali sambutannya saat mewakili Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Nilanto menyebut bahwa sektor kelautan dan perikanan menjadi salah satu prioritas pembangunan Indonesia. Melalui penataan secara komprehensif dan terpadu, ruang laut akan dimanfaatkan untuk sektor ekonomi sekaligus perlindungan (konservasi) sumber daya laut. “Ruang laut harus menjadi panglima pembangunan di laut,” tuturnya.
Untuk itu, pemerintah telah mengundangkan penataan ruang laut dan perizinan pemanfaatan perairan dan pulau-pulau kecil ini pada tahun 2019. Beberapa peraturan tersebut di antaranya Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut (PP RTRL); Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 2019 tentang Pengalihan Saham dan Luasan Lahan dalam Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Pemanfaatan Perairan di Sekitarnya dalam rangka Penanaman Modal Asing; Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 8/Permen-KP/2019 tentang Penatausahaan Izin Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya dalam rangka Penanaman Modal Asing dan Rekomendasi Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dengan Luas di bawah 100 km2 (seratus kilometer persegi); Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 24/Permen-KP/2019 tentang Tata Cara Pemberian Izin Lokasi Perairan dan Izin Pengelolaan Perairan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 25/Permen-KP/2019 tentang Tata Cara Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, Presiden telah menetapkan regulasi yang mengatur alokasi ruang laut di wilayah 12 mil hingga Wilayah Yurisdiksi Zona Ekonomi Eksklusif dan memperkuat praktik hak berdaulat Indonesia sesuai prinsip hukum laut internasional (UNCLOS)
Menurut Nilanto, penataan dan pemanfaatan pulau-pulau kecil dan terluar merupakan salah satu pelaksanaan tiga pilar pembangunan sektor kelautan dan perikanan Indonesia, yaitu kedaulatan (sovereignty), keberlanjutan (sustainability), dan kesejahteraan (prosperity). Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi pengembangan ekonomi yang besar. Namun sayangnya masih menemui beberapa kendala. Konflik penataan ruang, kerusakan lingkungan, pencemaran perairan, kemiskinan masyarakat, rendahnya kualitas sumber daya manusia, dan terbatasnya infrastruktur, serta terbatasnya aksesibilitas adalah beberapa penghambat yang kerap ditemui.
Perlu diketahui, pulau-pulau kecil terluar merupakan garda terdepan untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena itu, pengelolaan dan pemanfaatannya harus diatur sedemikian rupa. Sedikitnya 30 persen wilayah pulau-pulau kecil terluar harus dikuasai negara. Sementara itu pemanfaatannya oleh penanaman modal asing (PMA) hanya boleh maksimal 70 persen.
Pemerintah tengah berupaya meningkatkan partisipasi dan kemandirian peserta Indonesia dalam pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya. Pengalihan saham kepada peserta Indonesia paling sedikit 20% dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 10 tahun sejak diterbitkannya izin.
“Kita perlu menjaga kelestarian lingkungan dan sumber daya pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya. Kita juga memberikan kepastian hukum bagi investor baik PMA maupun PMDN yang akan memanfaatkan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya,” lanjut Nilanto.
Guna mempercepat pelayanan perizinan, KKP telah menerapkan sistem Online Single Submission (OSS) yang pelaksanaannya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018. Tujuannya untuk menyederhanakan perizinan usaha, menciptakan model pelayanan perizinan terintegrasi yang cepat dan murah, serta menciptakan tata kelola perizinan yang transparan, akuntabel, dan konsisten.
“Momentum ini harus kita manfaatkan untuk peningkatan investasi. Kemudahan perizinan di laut menjadi kunci agar cita-cita menjadikan laut sebagai masa depan bangsa Indonesia dapat diwujudkan,” tutupnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengatakan, kegiatan ini merupakan perantara untuk menghubungkan pemerintah dengan stakeholder kelautan dan perikanan agar lebih memahami kebutuhan mereka.
“Hari ini adalah channeling untuk kami lebih mengenal kebutuhan dari semua stakeholder. Bagaimana memanfaatkan laut harus bisa secara sustainable dan bisa memberikan sebanyak-banyaknya dukungan dan manfaat bagi masyarakat Indonesia,” ungkapnya.
Selanjutnya, ia juga menjelaskan, PP RTRL merupakan komplemen terhadap PP 13 Tahun 2017 tentang Perubahan atas PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Cakupan wilayah perencanaan PP RTRL adalah Wilayah Perairan (perairan laut pedalaman, perairan laut kepulauan, perairan laut territorial) dan Wilayah Yurisdiksi (Zona Tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, dan Landas Kontinen).
“PP RTRL telah menetapkan lokasi Pusat Pertumbuhan Kelautan dan Perikanan (181 lokasi), Pusat Industri Kelautan (50 lokasi), dan rencana pengembangan Pelabuhan Perikanan,” jelas Brahmantya.
Brahmantya melanjutkan, sesuai komitmen pemerintah RI, PP RTRL telah menetapkan luas Kawasan Konservasi paling sedikit 10 % dari luas wilayah perairan dan wilayah yuridiksi (sekitar 30 juta Hektar). Hal ini selaras dengan Aichi Target Convention on Biological Diversity (CBD). Tidak hanya itu, PP RTRL juga menetapkan Kawasan Pemanfaatan Umum yang memiliki nilai strategis nasional, yang terdiri dari Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (16 lokasi), Kawasan Penghasil Produksi Ikan Secara Berkelanjutan (5 lokasi), dan Proyek Strategis Nasional (426 proyek).
“Penerapan aturan-aturan ini dengan harapan tidak ada kasus-kasus lagi terkait dengan kegiatan-kegiatan pemanfaatan ruang laut, dengan harapan kepatuhan kita juga meningkat. Saya harapkan Bapak Ibu sadar bahwa pemanfaatan ruang laut tidak bisa diberikan hak, diberikan hanya perizinan. Bisa dibayangkan jika Selat Sunda ini diberikan hak, dan hak itu diberikan kepada salah satu stakeholder atau pengelola perusahaan pemerintah atau segala macam. Perlahan orang menguasai Selat Sunda, kita tidak bisa hentikan,” terang Brahmantya.
Ketua Tim Kajian Direktorat Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dedi Hartono turut hadir sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut. Dedi mengatakan, sumber daya alam menjadi salah satu fokus KPK, termasuk di dalamnya kelautan dan perikanan, migas, pertambangan, dan sebagainya.
Kerja sama KPK dan KKP dalam perizinan tersebut guna memastikan kegiatan perizinan bebas dari segala tindak pidana korupsi, utamanya penyuapan.
“Suap menyuap dalam perizinan fakta penyebabnya adalah kekosongan regulasi, duplikasi ataupun tumpang tindih regulasi, tidak ada atau lemahnya pengawasan, kemudian political capture adanya masalah-masalah politik, kemudian insentif untuk korupsi, kemudian conflict of interest, state capture corruption and government regulation. Ketujuh penyebab ini bisa diidentifikasi dan dicegah. Dan itu yang menjadi konsen kita,” jelasnya.
Sumber : https://kkp.go.id/artikel/13711-dorong-investasi-kkp-sosialisasikan-perizinan-pemanfaatan-laut