(0362) 21440
dkpp@bulelengkab.go.id
Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan

Cara Praktis Budi Daya Nila dengan Sistem Bioflok

Admin dkpp | 01 Maret 2019 | 12952 kali

Budi daya nila dengan sistem bioflok menjadi salah satu alternatif lain yang dapat diterapkan oleh para pembudidaya ikan saat ini. Sistem bioflok menjadi populer karena jika dibandingkan dengan sistem konvensional lainnya, sistem ini memiliki beberapa kelebihan. Bioflok lebih irit pakan dan tingat kematian ikan lebih kecil. 

Sistem bioflok telah diterapkan pada beberapa budi daya ikan, seperti lele dan udang. Bioflok merupakan gumpalan atau agregat yang berisi mikroorganisme yang sangat baik untuk pakan ikan. Selain terdapat mikroorganisme, bioflok juga terdiri atas bahan organik dan non-organik, kation, dan polimer organik. Bahan organik dalam bioflok tersebut berisi 2–20% mikroorganisme dan 60–70% bahan organik lainnya, sedangkan bahan anorganiknya berkisar 30–40%. Budi daya nila dimulai dengan penebaran benih berukuran 4 gram dalam kolam bak semen seluas 160 m2 dengan kepadatan 38 ekor per m2 pada salinitas 10 ppt. Pakan komersil (kandungan protein kasar 28%) diberikan pada bulan pertama sebanyak 4% dari total berat badan. Berikutnya pada bulan kedua sebanyak 3,5%, bulan ketiga sebanyak 3%, dan pada bulan keempat sebanyak 2,5%. 

Sebagai sumber karbon organik pemicu pembentukan flok, diberikan molase sebanyak 300 ml. Molase diberikan setiap tiga hari sekali atau 2 kali per minggu. Aerasi udara diberikan secara merata dengan jarak 2 m. Setelah memasuki masa pemeliharaan bulan ketiga, kincir dipasang untuk menambah kandungan oksigen di kolam pemeliharaan.
Pemanenan pada uji coba budi daya nila dengan sistem bioflok ini dilakukan pada masa pemeliharaan 4 bulan. Hasil yang diperoleh, yaitu sebanyak 508 kg, dengan rata-rata berat ikan 154 gram. Jika hasil panen nila tersebut dikonversi dalam satuan luas hektar adalah 31,74 ton/ha. Lebih dari setengah populasi ikan dapat dipanen atau dengan kata lain tingkat kelangsungan hidup (SR) nila sebesar 55%. Sementara itu, nilai konversi pakan (FCR)-nya mendekati satu, yakni 1,06.
Penyebab SR rendah belum dipastikan lebih lanjut. Kemungkinannya adalah efek dari perubahan mikroba di kolam. Alga dan bakteri benang sering menjadi kerangka flok. Selama 3 kali pengamatan, diketahui bahwa terjadi suksesi mikroba, yakni menghilangnya dominasi alga benang sebagai penyokong kerangka flok utama. Dominasi alga benang dapat dilihat dari flok yang berwarna hijau kebiruan dan ukuran flok yang besar.
Setelah dilakukan analisis laba rugi, secara ekonomis, budi daya nila dengan sistem bioflok cukup menguntungkan. Keuntungan yang diperoleh dengan perhitungan kasarnya sekitar Rp2 juta per 4 bulan pada kolam pemeliharaan dengan luas 160 m2 atau Rp382,875 juta/ha/tahun. Itulah hasil keuntungan yang akan Anda dapatkan dari budi daya nila dengan sistem bioflok, cukup menguntungkan bukan?

Sumber : https://www.pertanianku.com/cara-praktis-budi-daya-nila-dengan-sistem-bioflok/