KKPNews, Jakarta – Hingga saat ini ikan tuna masih bertahan sebagai komoditas perikanan andalan utama Indonesia. Hal ini terjadi karena perairan Indonesia merupakan jalur migrasi tuna dunia. Daerah teritorial pantai dan zona ekonomi ekslusif (ZEE) Indonesia menyimpan potensi besar tuna dunia.
Pada tahun 2018 lalu, Indonesia menjadi penghasil produk tuna terbesar dan berkontribusi sekitar 20% terhadap total produk perikanan nasional. “Berdasarkan data FAO State of World Fisheries and Aquaculture tahun 2018 Indonesia menjadi penghasil produk tuna terbesar di dunia tahun 2018. Ini berkontribusi 16% terhadap produksi perikanan tuna dunia,” kata Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Zulficar, dalam pertemuan di Mina Bahari II, KKP, Jakarta, Rabu (16/1).
Di sisi lain, beberapa negara yang umumnya menyuplai produk ikan tuna dari Indonesia mengeluarkan kebijakan pengetatan pemasukan produk ikan tuna, seperti Jepang dan Amerika Serikat (AS). “Sekarang Jepang dan Amerika menetapkan persyaratan yang ketat,” keluh Zulficar.
Dengan berbagai tuntutan tersebut, pemerintah berupaya memperbaiki tata kelola perikanan serta dengan meningkatkan nilai jual ikan tuna berorientasi ekspor, sehingga turut meningkatkan kesejahteraan para nelayan.
Beberapa strategi yang dibentuk oleh KKP adalah melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan Yayasan Masyarakat dan perikanan Indonesia (MDPI) di Gedung KKP, kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (16/1), untuk memberikan verifikasi.
“Verifikasi yang dimaksud adalah pemberian pembekalan dan pembinaan kepada para nelayan untuk menggunakan alat tangkap ikan yang berkelanjutan atau ramah lingkungan,” jelas Zulficar.
Mengutip laman resmi kumparan.com, Direktur Eksekutif Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI), Saut Tampubolon menambahkan akan melakukan sertifikasi untuk nelayan meliputi pembekalan dan pembinaan cara menangkap ikan. Kemudian, bimbingan juga dilakukan dengan memberikan cara mengelola ikan sehingga memiliki nilai tambahan. Dengan demikian, ikan yang dimiliki petani memiliki harga yang lebih tinggi.
Di samping itu, para nelayan harus memiliki Fair Trade Certification. Dengan sertifikat tersebut, nelayan bisa mendapatkan pendapatan tambahan dari setiap tuna yang mereka jual.
“Kalau Fair Trade, nelayan itu dapat dana premium, tambahan, Rp5.000 per kilogram. Dan uang itu langsung ke asosiasi nelayan. Misalnya saya nelayan, bapak ini penjual ikan, aku jual harga pasar, nanti dia ekspor, dari jumlah ekspornya, ketahuan yang traceable berapa ton. Fair Trade Komite di AS langsung kirim ke asosiasi nelayan tanpa bersinggungan dengan pengekspor,” ungkapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa program ini akan dilaksanakan di enam daerah terlebih dahulu, lalu diarahkan ke daerah lainnya. Enam daerah tersebut meliputi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, dan Maluku Utara.
Dengan adanya upaya strategi ini, diharapkan dapat meningkatkan kualitas mutu produk perikanan Tuna sehingga akan mudah diterima di pasaran asing seperti Amerika dan Jepang. (Fatimah Hilwah/AFN).
Sumber : http://news.kkp.go.id/index.php/berdayakan-nelayan-kecil-pemerintah-dorong-peningkatan-ekspor-tuna/