Sidat terkenal dengan sebutan unagi dan menjadi salah satu hidangan yang dicari-cari di restoran Jepang yang berada di seluruh dunia. Saat ini budidaya sidat masih menggunakan bibit dari tangkapan alam, padahal sebagian besar kebutuhan sidat sudah dipenuhi dari budidaya. Tingkat kelangsungan hidup benih sidat tergolong rendah sehingga penangkapan yang terus berlangsung di alam dapat membuat populasi sidat di habitatnya terancam.
Di Indonesia, budidaya sidat banyak berkembang di muara Sungai Cimandiri, Sukabumi, Jawa Barat. Benih sidat yang dihasilkan dari kawasan tersebut disalurkan kepada pembudidaya lokal dan pembudidaya di seluruh Indonesia. Food and Agriculture Organization (FAO) bersama Kementerian Kelautan Perikanan dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi bekerja sama menjalankan proyek IFIsh.
Proyek tersebut berfokus memperbaiki tingkat kelangsungan hidup (survival rate) sidat pada fase kritis, yaitu glass eel (benih) ke elver (anakan). IFish mendapatkan bantuan dana dari Global Environment Fund (GEF) dan menjadikan Balai Benih Ikan (BBI) Tonjong di Sukabumi sebagai lokasi demonstrasi pembesaran anakan sidat.
Unit pendederan sidat di BBI Tonjong, Pelabuhanratu, baru saja diresmikan pada Kamis (16/10). Peresmian tersebut dihadiri oleh Kepala Pusat Riset Perikanan (Pusrikan) Yayan Hikmayani, Bupati Sukabumi Marwan Hamami, dan National Project Manager Proyek FAO IFish Sudarsono.
Unit tersebut berfungsi untuk memperkuat kerja sama pengelolaan perikanan darat. Kerja sama yang dibangun bertujuan meninjau hasil siklus pertama demonstrasi pembesaran sidat. Upaya pertama yang dilakukan diketahui telah berhasil meningkatkan survival rate benih ke fase anakan sebanyak 60 persen.
“Kunjungan ini menandai dimulainya siklus kedua kegiatan demonstrasi sidat. Diharapkan hasil dari kegiatan demonstrasi di BBI Tonjong memberikan informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan survival rate sidat dari fase benih ke anakan. Semakin tinggi survival rate, semakin sedikit benih yang perlu diambil dari alam sehingga dapat mengurangi tekanan pada populasi sidat,” papar Yayan seperti dikutip dari laman kkp.go.id.
Yayan menjelaskan, kerja sama IFish sudah berlangsung sejak 2018. Fokus utama kerja sama ini adalah pengarusutamaan prinsip konservasi keanekaragaman hayati perairan darat ke dalam kebijakan. Upaya tersebut dilakukan melalui kegiatan demonstrasi dan pemanfaatan berkelanjutan. Salah satu komoditas yang masuk dalam kerja sama tersebut adalah spesies ikan sidat.
Sejumlah langkah kerja sama melalui proyek IFish terkait komoditas sidat yang dilakukan adalah studi banding ke Kabupaten Cilacap, training of trainer untuk pemantauan sumber daya benih sidat, pembentukan kelompok kerja Pengelolaan Perairan Darat Terpadu, dan membentuk kelompok masyarakat pengawas yang menjadi ujung tombak pengawasan sumber daya ikan. Kelompok pengawasan tersebut melibatkan nelayan, pengepul, dan komunitas pemancing.